Saya semula tidak percaya bahwa Biodisc selain bermanfaat untuk kesehatan dan kebugaran tubuh, juga dapat menambah produktivitas tanaman. Kebetulan saya memiliki kebun kakao yang telah kami kembangkan selama beberapa tahun terakhir.
Penasaran, saya mencoba menyemprotkan air yang telah diolah dengan Biodisc ke pohon kakao yang sdh mengering bahkan secara fisik sudah mati.
Seminggu kemudian, pohon yang semula akan saya tebang itu, bertunas kembali. Batang yang tadinya kering, perlahan mulai tertutup dengan kulit yang lebih segar. Belakangan, di cabang-cabang yang kembali segar, bermunculan bunga dan buah. Terlihat di gambar ini, batang yang masih kering, bahkan sebelumnya lebih kering lagi.
Saat ini saya menjalankan usaha ternak ayam petelur. Sebagaimana peternak lainnya, saya berusaha agar ayam-ayam kami selalu sehat dan dapat produktif lebih baik. Apa daya serangan penyakit unggas kerap mengancam. Akibatnya banyak ayam yang mati puluhan bahkan ratusan tiap hari.
Tetapi itu jelas bukan ayam ternak saya. Disaat peternak lainnya mengeluh karena ayamnya pada sakit dan bertumbangan, ayam-ayam kami tetap sehat malah semakin bertambah berat sesuai dengan yang diharapkan.
Rahasianya bukan pada vitamin atau pakan ternak. Rahasianya adalah, air minum yang dikonsumsi ayam-ayam kami adalah air minum berenergi karena telah diolah dengan Biodisc. Penggunaan Biodisc sangat bermanfaat menambah stamina dan kesehatan ayam-ayam kami sehingga –alhamdulillah- terhindar dari ancaman wabah penyakit yang kerap menyerang.
Wow, luar biasa! Saya semakin yakin dan akan mengaplikasikan air Biodisc dengan lebih serius di perkebunan dan peternakan kami. Syaiful W. (081354247222, Sulawesi Tengah)
Tahun lalu (2010) kami merintis pengolahan lahan beberapa hektar di daerah Mamuju, Sulawesi Barat. Lahan tersebut rencananya akan dijadikan perkebunan keluarga yang akan diisi dengan tanaman kakao, kopi, cenkeh serta aneka buah-buahan tropis.
Kami sendiri bertempat tinggal di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Untuk menuju ke lokasi kebun di Mamuju, kami harus menempuh perjalanan darat sekitar 10 jam. Setelah itu kami akan berjalan kaki melintasi hutan, sungai, naik turun lembah sejauh 8 km untuk sampai ke lokasi kebun kami. Kami sengaja memilih lokasi tersebut meski agak jauh, karena ada sumber air di dekatnya.
Ketika lahan sudah mulai siap, kami pun mengusahakan bibit untuk mulai menanam. Karena bukan petani tulen, tentu saja kami kesulitan menyediakan bibit dalam jumlah besar. Kami pun mencari bibit seadanya di sekitar kediaman kami di Tana Toraja.
Singkat kata, akhirnya terkumpul bibit kopi beberapa ratus pohon yang siap diangkut ke lokasi kebun. Perlu diketahui bahwa kami mendapatkan bibit dengan cara yang sangat tradisional yaitu dengan mencabut langsung bibit liar yang tumbuh di sekitar kebun kopi atau diantara bebatuan. Bibit tersebut biasanya berasal dari biji-biji kopi yang jatuh karena kematangan atau dibawa oleh burung-burung dan jatuh di sela bebatuan.
Jadi jangan dibayangkan bibit tersebut tertanam baik dalam media tanam atau koker. Kami mencabutnya dari tanah dan bebatuan jadi akar-akarnya langsung terlihat tanpa media tanam. Dalam sekejap, bibit-bibit setingggi kurang lebih 40-50 cm tersebut langsung terlihat layu.
Keesokan harinya rombongan kami memulai perjalanan ke Mamuju. Perjalanan memakan waktu seharian. Sampai di Mamuju, bibit-bibit semakin layu. Ketika kami memulai jalan kaki memasuki hutan dan mendaki bukit-bukit, kami sangat kuatir karena bibit sepertinya akan rusak dan tidak bisa ditanam. Tetapi karena upaya yang telah dilakukan sudah sedemikian besar ditambah medan yang berat kami melanjutkan saja perjalanan.
Satu hal yang menarik perhatian saya, salah seorang anggota rombongan kami bernama Luther, sangat bersemangat sepanjang jalan. Ia sepertinya tidak merasa lelah sama sekali, padahal dia membawa beban berupa perbekalan yang akan kami gunakan selama seminggu di hutan. Ya, kebun kami masih dikelilingi oleh hutan.
Luther tetap bersemangat meski anggota rombongan yang lain berkali-kali istirahat.
Sesampai di lokasi kebun, bibit-bibit tampak mulai mongering dan menghitam tanda kehilangan daya hidup. Memang, sangat tidak masuk akal, memelihara benih tanpa media tanam selama tiga hari.
Luther meminta ditunjukkan sumber air. Saya pikir dia ingin mandi atau cuci muka. Ternyata dia meminta menaruh bibit-bibit tersebut di kubangan kecil yang berisi air. Lalu dia menaruh sebuah kaca bundar seperti Kristal di dalam kubangan tersebut.
Apa yang terjadi kemudian menurut saya sangat ajaib. Tak perlu waktu lama, sekitar 20 – 30 menit kemudian, bibit-bibit yang sudah sangat mengenaskan itu, kembali segar. Daun-daunnya tegak seperti waktu baru diambil dari tanah. Luar biasa, karena tidak ada tanda-tanda kalau tanaman itu sebetulnya telah melalui perjalanan jarak dan waktu yang sangat panjang tanpa topangan air dan media tanam.
Belakangan saya baru tahu kalau kaca bulat itu adalah Biodisc. Kami pun menikmati khasiat Bioadisc selama di hutan. Minum, menyiram bibit, mencuci sayur-sayuran, sampai pijat. Jadi selain dahsyat khasiatnya untuk manusia, Biodisc pun sangat segera bisa merevitalisasi tanaman yang layu.
Penasaran, saya mencoba menyemprotkan air yang telah diolah dengan Biodisc ke pohon kakao yang sdh mengering bahkan secara fisik sudah mati.
Seminggu kemudian, pohon yang semula akan saya tebang itu, bertunas kembali. Batang yang tadinya kering, perlahan mulai tertutup dengan kulit yang lebih segar. Belakangan, di cabang-cabang yang kembali segar, bermunculan bunga dan buah. Terlihat di gambar ini, batang yang masih kering, bahkan sebelumnya lebih kering lagi.
Saat ini saya menjalankan usaha ternak ayam petelur. Sebagaimana peternak lainnya, saya berusaha agar ayam-ayam kami selalu sehat dan dapat produktif lebih baik. Apa daya serangan penyakit unggas kerap mengancam. Akibatnya banyak ayam yang mati puluhan bahkan ratusan tiap hari.
Tetapi itu jelas bukan ayam ternak saya. Disaat peternak lainnya mengeluh karena ayamnya pada sakit dan bertumbangan, ayam-ayam kami tetap sehat malah semakin bertambah berat sesuai dengan yang diharapkan.
Rahasianya bukan pada vitamin atau pakan ternak. Rahasianya adalah, air minum yang dikonsumsi ayam-ayam kami adalah air minum berenergi karena telah diolah dengan Biodisc. Penggunaan Biodisc sangat bermanfaat menambah stamina dan kesehatan ayam-ayam kami sehingga –alhamdulillah- terhindar dari ancaman wabah penyakit yang kerap menyerang.
Wow, luar biasa! Saya semakin yakin dan akan mengaplikasikan air Biodisc dengan lebih serius di perkebunan dan peternakan kami. Syaiful W. (081354247222, Sulawesi Tengah)
Tahun lalu (2010) kami merintis pengolahan lahan beberapa hektar di daerah Mamuju, Sulawesi Barat. Lahan tersebut rencananya akan dijadikan perkebunan keluarga yang akan diisi dengan tanaman kakao, kopi, cenkeh serta aneka buah-buahan tropis.
Kami sendiri bertempat tinggal di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Untuk menuju ke lokasi kebun di Mamuju, kami harus menempuh perjalanan darat sekitar 10 jam. Setelah itu kami akan berjalan kaki melintasi hutan, sungai, naik turun lembah sejauh 8 km untuk sampai ke lokasi kebun kami. Kami sengaja memilih lokasi tersebut meski agak jauh, karena ada sumber air di dekatnya.
Ketika lahan sudah mulai siap, kami pun mengusahakan bibit untuk mulai menanam. Karena bukan petani tulen, tentu saja kami kesulitan menyediakan bibit dalam jumlah besar. Kami pun mencari bibit seadanya di sekitar kediaman kami di Tana Toraja.
Singkat kata, akhirnya terkumpul bibit kopi beberapa ratus pohon yang siap diangkut ke lokasi kebun. Perlu diketahui bahwa kami mendapatkan bibit dengan cara yang sangat tradisional yaitu dengan mencabut langsung bibit liar yang tumbuh di sekitar kebun kopi atau diantara bebatuan. Bibit tersebut biasanya berasal dari biji-biji kopi yang jatuh karena kematangan atau dibawa oleh burung-burung dan jatuh di sela bebatuan.
Jadi jangan dibayangkan bibit tersebut tertanam baik dalam media tanam atau koker. Kami mencabutnya dari tanah dan bebatuan jadi akar-akarnya langsung terlihat tanpa media tanam. Dalam sekejap, bibit-bibit setingggi kurang lebih 40-50 cm tersebut langsung terlihat layu.
Keesokan harinya rombongan kami memulai perjalanan ke Mamuju. Perjalanan memakan waktu seharian. Sampai di Mamuju, bibit-bibit semakin layu. Ketika kami memulai jalan kaki memasuki hutan dan mendaki bukit-bukit, kami sangat kuatir karena bibit sepertinya akan rusak dan tidak bisa ditanam. Tetapi karena upaya yang telah dilakukan sudah sedemikian besar ditambah medan yang berat kami melanjutkan saja perjalanan.
Satu hal yang menarik perhatian saya, salah seorang anggota rombongan kami bernama Luther, sangat bersemangat sepanjang jalan. Ia sepertinya tidak merasa lelah sama sekali, padahal dia membawa beban berupa perbekalan yang akan kami gunakan selama seminggu di hutan. Ya, kebun kami masih dikelilingi oleh hutan.
Luther tetap bersemangat meski anggota rombongan yang lain berkali-kali istirahat.
Sesampai di lokasi kebun, bibit-bibit tampak mulai mongering dan menghitam tanda kehilangan daya hidup. Memang, sangat tidak masuk akal, memelihara benih tanpa media tanam selama tiga hari.
Luther meminta ditunjukkan sumber air. Saya pikir dia ingin mandi atau cuci muka. Ternyata dia meminta menaruh bibit-bibit tersebut di kubangan kecil yang berisi air. Lalu dia menaruh sebuah kaca bundar seperti Kristal di dalam kubangan tersebut.
Apa yang terjadi kemudian menurut saya sangat ajaib. Tak perlu waktu lama, sekitar 20 – 30 menit kemudian, bibit-bibit yang sudah sangat mengenaskan itu, kembali segar. Daun-daunnya tegak seperti waktu baru diambil dari tanah. Luar biasa, karena tidak ada tanda-tanda kalau tanaman itu sebetulnya telah melalui perjalanan jarak dan waktu yang sangat panjang tanpa topangan air dan media tanam.
Belakangan saya baru tahu kalau kaca bulat itu adalah Biodisc. Kami pun menikmati khasiat Bioadisc selama di hutan. Minum, menyiram bibit, mencuci sayur-sayuran, sampai pijat. Jadi selain dahsyat khasiatnya untuk manusia, Biodisc pun sangat segera bisa merevitalisasi tanaman yang layu.
0 komentar
Posting Komentar